Strategi Mengelola Sampah Mengatasi Dampak Perubahan Iklim

“Sebuah kampung begitu hijau. Pepohonan hadir disetiap tepi jalan. Rindang, sejuk dan segar udaranya. Sebuah oase ditengah gedung pencakar langit yang menjulang. Lingkungannya bersih dari sampah, bahkan sulit menemukan serakan sampah. Lantas, kemana perginya sampah?”

Adhihermawan.com – Mentari pagi keluar dari peraduannya, memberikan secercah harapan untuk jemuran yang tak kunjung kering. Memang sudah tiga hari kemarin hujan turun tanpa pamit, sehingga tak memberi celah bagi mentari untuk bersinar. Belakangan ini cuaca di Jakarta dan sekitarnya sering tidak menentu. Kerap kali terjadi pada siang hari terik matahari menyengat, namun sore harinya hujan turun cukup lebat. Nampaknya Iklim berubah sesuka hati, terlalu sulit untuk ditebak.

Di tengah persoalan perubahan iklim yang tidak menentu, ternyata ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan menjadi salah satu faktor penyebab permasalahan ini. Sangat memprihatinkan memang, melihat masyarakat yang masih saja membuang sampah sembarangan dan tidak peduli dengan lingkungan. Perubahan iklim yang terjadi sekarang ini tentu bukan persoalan biasa, ini menyangkut keberlangsungan hidup anak cucu generasi masa depan.

Bicara soal sampah tentu tidak akan ada selesainya. Setelah sampah dibuang tentu akan ada sampah yang baru, begitu seterusnya. Bahkan sampai dengan detik ini, sampah masih saja menjadi permasalahan berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Dilansir dari portal berita bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengatakan, Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia yang dibuang ke laut. Tentunya ini sangat miris sekali melihat tingkat kepedulian masyarkat yang sangat rendah terhadap lingkungan. Saya akan mengajak kalian untuk berkeliling bagaimana strategi mengolah sampah untuk mengurangi perubahan iklim. Silahkan simak penjelasan berikut ini!

Strategi Mengolah Sampah dari Kampung Berseri Astra Rawajati

Perubahan iklim adalah ancaman global yang semakin mendesak, dan salah satu faktor penyebabnya adalah pengelolaan sampah yang tidak berkelanjutan. Sampah yang tidak tertangani dengan baik dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca, mempengaruhi kualitas air dan tanah, serta merusak ekosistem. Namun, ada solusi yang dapat membantu mengurangi dampak sampah terhadap perubahan iklim. Dalam artikel ini, akan kami bahas strategi pengolahan sampah di Kampung Persontohan yaitu Kampung Berseri Astra Rawajati.

Bank Sampah dan Kemana Perginya Sampah

Strategi pertama yang dilakukan di Kampung Berseri Astra Rawajati dalam mengolah sampah yaitu membangun Bank Sampah Rawajati yang merupakan bank sampah tertua di Jakarta. Keberadaanya setidaknya telah meminimalisir tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir yang berada disetiap sudut kota. Mungkin bisa kita bayangkan, berapa banyak lagi tumpukan sampah yang akan terus tertumpuk jika tidak ada pengolahan sampah. Slogan “Reduce, Reuse, Recyle” dari papan yang digantung, menjadi langkah yang harus dilakukan pengurus Bank Sampah Rawajati untuk terus berbuat dan menciptakan lingkungan yang bersih dan asri.

Kemana perginya sampah? pastinya jawabaan atas pertanyaan itu ada pada Bank Sampah Percontohan Rawajati. Sejatinya sampah organik, maupun anorganik semua bisa diminimalisir dengan langkah dan aksi peduli lingkungan yang tak luput dari dukungan warga sekitar. Melalui gerakan peduli lingkungan yang diinisiasi oleh ibu-ibu PKK, terbentuklah aktivitas seperti mengubah sampah organik menjadi kompos, mendaur ulang plastik menjadi lebih bernilai dan menyulap koran menjadi kerajinan menarik.

Mengubah Sampah Organik menjadi Kompos

Saya berkenalan dengan Bu Sylvia seorang inisator Bank Sampah Rawajati yang mengajak saya berkeliling melihat lingkungan Bank Sampah Percontohan Rawajati ini. Langkah kami menuju ke lokasi pembuatan pupuk kompos yang digunakan untuk mengolah sampah organik. Kalau sebelumnya sampah organik dibuang ke dalam tong sampah dan berakhir di tempat pembuangan akhir. Lain halnya dengan sekarang, setelah adanya bank sampah dengan didukung mesin pencacah kompos, sampah-sampah daun atau organik bisa diproses di area bank sampah ini.


“Biasanya setiap hari petugas kebersihan (PPSU) setor sampah daun-daun kering yang ada ditaman situ, kalau warga sih biasanya hari libur, sabtu atau minggu” Jelas Bu Sylvia. Gerakan peduli lingkungan dari memilah sampah organik yang dijadikan kompos ternyata menjadi sorotan Sudin Kebersihan Jaksel dan kemudian memberikan bantuan mesin pencacah kompos seperti yang ada diarea pengolahan kompos. “Mesin pencacah ini juga sumbangan dari Sudin Kebersihan Jakarta Selatan” Ujar Bu Sylvia.

Melihat Bu Sylvia yang sedang menyirami gunungan sampah organik, saya pun mencoba untuk mengolah sampah organik dengan menggunakan sekop yang ada disekitar pengolahan. Dengan tenaga yang kuat, saya pun mulai membolak-balikkan sampah tersebut layaknya mengaduk adonan kue. Seketika terdengar bunyi ledukan dari dalam sampah, saya pun kaget terkejut. “Nah itu mas, sampah organik ini di dalamnya mengandung gas metana”, Jelas Bu Sylvia.

Dari informasi yang saya dapatkan gas metana itu jauh lebih bahaya dari pada karbondioksida terhadap lapisan ozon. Jadi kalian bisa bayangkan berapa banyak gas metana yang dihasilkan oleh tumpukan sampah yang ada di TPA, pastinya ini berdampak juga terhadap perubahan iklim yang sekarang kita alami. Tentunya Bank Sampah Percontohan Rawajati sudah berkontribusi mengurangi tumpukan sampah di TPA dengan mengurai sampai organik menjadi kompos yang bisa dimanfaatkan kembali sebagai pupuk.

Mendaur Ulang Sampah Anorganik Menjadi Bernilai

Saya pun mulai menghampiri Pak Kosim yang sedang memilah sampah. Nampaknya saya mulai tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang sampah. Saya pun menanyakan kepada Pak Kosim, alasan kenapa sampah plastiknya harus di pilah-pilah, antara yang botol dengan yang gelas, antara yang berwarna dengan yang transparan, padahalkan sama-sama plastik. “Harus dipisah-pisah Mas, soalnya jenis plastiknya beda-beda, kalau yang gelas kemasan harganya lebih mahal dari yang berwarna”Jawab Pak Kosim.

Walaupun usianya tidak muda lagi, namun semangatnya melayani setiap nasabah yang datang perlu diacungi jempol. Rasa kepeduliannya terhadap lingkungan tercermin dari pekerjaanya yang tidak terlepas dari sampah. Mulai dari memilah sampah, menghitung timbangan sampah dari setiap nasabah, mencacah sampah agar bisa didaur ulang hingga merapihkan plastik menjadi susunan yang tertumpuk rapi.

Ternyata sampah anorganik atau plastik bekas kemasan yang selama ini sering kita abaikan, jika dikumpulkan atau ditabung melalui bank sampah, hasilnya lumayan juga. Bahkan ada dari nasabah yang jumlah tabungannya mencapai angka dua juta rupiah. Angka ini tentu sangat fantastis melihat sampah yang tidak berarti sama sekali, berubah bernilai ketika kita peduli terhadap lingkungan. Sampah pun bisa berubah menjadi berkah.

Menyulap Barang Bekas menjadi Kerajinan Menarik

Setelah hampir berjam-jam saya memilah sampah bersama Pak Kosim, saya pun kembali ke dalam posko bank sampah. Disana saya melihat Bu Sylvia sedang asyik menyusun bulatan kertas yang terbuat dari koran bekas. Sesekali Bu Sylvia memotong kertas lalu menyambungnya dengan perekat kertas dengan kuatnya. Ternyata Bu Sylvia tidak sendiri, beliau ditemani oleh Bu Ida yang aktif dibidang kreativitas. Saya pun masuk kedalam dan melihat-lihat proses pembuatan karya unik yang hasilnya terpampang di etalase.

Tak lama kemudian saya ditantang oleh Bu Ida untuk membuat kerajinan dari koran bekas. Kelihatanya sih sangat mudah, tetapi setelah saya mencobanya ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Banyak gulungan kertas yang saya lakukan lebih pendek dari biasanya, bahkan ada gulungannya yang kurang rapat. Kemudian Bu Ida yang merupakan anggota dari perkumpulan ibu-ibu PKK, mulai mengajari saya teknik menggulung koran yang nantinya sebagai bahan pembuatan mangkok, alas minum, tempat pensil ataupun nampan yang semuanya itu terbuat dari bahan koran bekas.

Sekilas memang hasilnya terlihat seperti kerajinan yang terbuat dari kayu, tapi siapa sangka bahwa kerajinan ini ternyata berasal dari koran bekas. Tampilannya tidak hanya seperti kayu, bahkan kerasnya kerajinan ini jika dipegang tentu kita semua akan beranggapan bahwa ini adalah kayu. Ternyata ada teknik khusus yang digunakan agar bahan yang gampang melekuk ini bisa keras dan awet seperti kayu. Mulai dari proses penggulungan hingga membuat lingkaran dari koran ini semua harus dilakukan dengan rapat dan tanpa celah, baru kemudian hasil akhirnya di lapisi dengan cairan lem dan kemudian ditimpa dengan cat pernis yang biasa digunakan pada kayu.

Kerajinan ini juga kerap diikutkan dalam pameran diberbagai tempat, bahkan stan KBA Rawajati yang paling dipadati lantaran hasil kerajinannya yang unik dan menarik. Hasilnya penjualannya pun lumayan laku keras, sehingga pendapatannya bisa digunakan kembali untuk biaya operasional.

Itulah perjalanan saya mengenal Kampung Berseri Astra yang melakukan strategi mengolah sampah untuk mengatasi perubahan iklim yang terjadi saat ini.

Kesimpulannya…

Mengelola sampah dengan lebih baik adalah langkah penting dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim. Daur ulang yang efisien, pengelolaan sampah organik, dan pengurangan plastik adalah tiga strategi utama yang dapat membantu kita mencapai tujuan tersebut. Penting bagi pemerintah, LSM, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menerapkan solusi-solusi ini demi masa depan planet yang lebih hijau dan berkelanjutan. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat berkontribusi secara signifikan dalam upaya global untuk melawan perubahan iklim.